Postingan

 22/09/20 kemarin, suara itu datang lagi.. aku menunggu suara lainnya, tapi aku tersadar, itu sudah terlalu lama tidak pernah datang lagi, alasan cukup aneh apa yang bisa membuatnya kembali, tidak, suara itu sungguh telah benar-benar jauh, aku tidak akan pernah memintanya kembali ke masa lalunya hanya untuk menyapa manusia yang menyakitinya
11/08/20  aneh, tidak seorangpun singgah dalam pikiranku, tidak seorangpun memaksaku untuk merindu, sudah berapa lama, enatahlah, aku memang selalu sendiri, tapi yang telah berlalu adalah hal yang berbeda, entah menakjubkan atau malah aneh, entah aku terbiasa sendiri atau mulai merindukan malam-malam penuh tanya itu lagi, entahlah, aku berharap malam-malam yang hangat itu kembali, sebelum aku benar-benar terjebak dan terbiasa sendiri, karena terlalu lama sampai aku tak pernah menyadari, seperti napas, mencintai sendiri adalah hal biasa, tak pernah aneh, bahkan sekarang aku mulai merindukan itu, tapi jika pada akhirnya semua malam hangat yang penuh tanya akan berakhir seperti ini lagi, entah apa aku harus membuat sendiri  waktu untuk menyelami lubang yang sama lagi, atau aku harus benar-benar mulai untuk mencoba melupakan semuanya, perasaan hangat dan bahagia sepihak yang membuat malam selalu mendebarkan, kini semua hilang, lenyap begitu saja dirampas oleh waktu dan jarak, malam-malam y
Menyepuh Rindu suara lonceng di pintu gerai kelontong, merobek hening pagi metropolitan, membuka tirai hari, mengiringi surya menyembul di balik perbukitan, beratus-ratus meter jauh disana trotoar setapak membuat bunyi bersama pantofel mengilap habis disemir, bergemeletuk di bawah kaki-kaki jenjang berlalu-lalang, jas-jas kaku juga dasi kupu-kupu, bergerak bersama jiwa-jiwa amat terencana, menyibuk diri, menyepuh rindu abai suasana hati, debu-debu sudah teramat menyesakkan paru, untuk apa gerangan menumbuh sesak yang baru, membayang-bayang rupa,mengandai-andai masa depan, menyesali keputusan, menyelami perasaan payah, mengingat kisah suka berujung duka, menutup mata akan cita di pelupuk mata, berlarian dalam lorong gelap tak berujung teramat jauh di belakang sana langkah-langkah menyibuk diri, upaya melepas ego yang terus berkelana di masa lalu, menutup hati, memori, sunyi, menyepuh rindu menyepuh kelebat-kelebat yang menyakitkan, memulai lagi-lagi-lagi tuk usaikan perjalanan, berganti
Ada teduh dalam matanya. Seperti gerimis. Pandangannya adalah lembayung menjelang senja. Sejuk yang indah. Sebongkah tenang sebelum gelap bertahta. Selamat berkurang usia. Kau menghilang dan semakin menjauh. Aku pikir aku akan selalu merindukanmu. Aku berharap hari-harimu selalu bahagia. Aku berharap juga suatu saat kita akan berjumpa, dengan dirimu yang sudah semakin dewasa. 1954
Sampai jumpa, kita berpisah dari keterpisahan sebelumnya. Maka sejatinya, kita tidak pernah berjumpa, namun acap kali berpamitan. Terus melenggang sampai tak terpikir untuk menoleh kebelakangan, melambai pada masa lampau sambil tersenyum. Kenangan belum pernah terukir tapi entah apa alasannya aku terus saja menginginkannya. Sebab, kenangan tak pernah tergerus masa, sedang pertemuan selalu menghilang bahkan sebelum terlaksana. Perpisahan selalu menjadi keputusan, jalan keluar dari semua bentuk proses melupakan. Melupakan keinginan betapa ingin memeluk tubuh tegapmu. Menghirup aroma khas pakaianmu yang bahkan aku tidak pernah rasakan. Kali ini, sebab kita bersama berpisah dengah arah yang semakin bertolak, maka, selamat tinggal. Selamat menggapai masa depanmu yang begitu gemilang. Selamat untuk semakin menjauh, membentangkan begitu luas jarak dan mengisyaratkan perpisahan untuk kesekian kalinya.
Tidak ada suara. Tidak ada kata. Hanya tangis yang menitipkan salam kerinduan, sebaris pesan untuk dia.
Supaya tidak teralalu kentara berbohong pada hati, akhirnya kamu lebih memilih pergi, sebab terlalu takut untuk menyinggahi, sesuatu yang sedari awal terlalu semu untuk dimiliki.