Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2019
Ada teduh dalam matanya. Seperti gerimis. Pandangannya adalah lembayung menjelang senja. Sejuk yang indah. Sebongkah tenang sebelum gelap bertahta. Selamat berkurang usia. Kau menghilang dan semakin menjauh. Aku pikir aku akan selalu merindukanmu. Aku berharap hari-harimu selalu bahagia. Aku berharap juga suatu saat kita akan berjumpa, dengan dirimu yang sudah semakin dewasa. 1954
Sampai jumpa, kita berpisah dari keterpisahan sebelumnya. Maka sejatinya, kita tidak pernah berjumpa, namun acap kali berpamitan. Terus melenggang sampai tak terpikir untuk menoleh kebelakangan, melambai pada masa lampau sambil tersenyum. Kenangan belum pernah terukir tapi entah apa alasannya aku terus saja menginginkannya. Sebab, kenangan tak pernah tergerus masa, sedang pertemuan selalu menghilang bahkan sebelum terlaksana. Perpisahan selalu menjadi keputusan, jalan keluar dari semua bentuk proses melupakan. Melupakan keinginan betapa ingin memeluk tubuh tegapmu. Menghirup aroma khas pakaianmu yang bahkan aku tidak pernah rasakan. Kali ini, sebab kita bersama berpisah dengah arah yang semakin bertolak, maka, selamat tinggal. Selamat menggapai masa depanmu yang begitu gemilang. Selamat untuk semakin menjauh, membentangkan begitu luas jarak dan mengisyaratkan perpisahan untuk kesekian kalinya.
Tidak ada suara. Tidak ada kata. Hanya tangis yang menitipkan salam kerinduan, sebaris pesan untuk dia.
Supaya tidak teralalu kentara berbohong pada hati, akhirnya kamu lebih memilih pergi, sebab terlalu takut untuk menyinggahi, sesuatu yang sedari awal terlalu semu untuk dimiliki.
Sebentuk kehilangan memang tak membuatmu mati Waktu terus berjalan tanpa mau berbaik hati berhenti sejenak mencari kemana seseorang pergi Memang seberat itu, kau tahu? Seberapa menakutkanpun takdir yang menantangmu nanti Jika seseorang bersamamu, kamu tak akan gentar Sekarang, jika ketika akan melangkah tak kau temukan sosoknya, maka apa yang kau lakukan? Waktu tak mau menunggunya kembali, waktu tak mau menununggumu dengan wajah semerawut itu Pilihanmu hanya melenggang dengan penuh kerelaan Melupakan sisa bayang-bayang yang pada akhirnya akan kau tinggalkan Melupakan sejenak hasrat untuk tetap terkurung pada hati yang hilang
Semua hati, sejatinya memiliki hak-hak untuk dimiliki Semua hati, sejatinya butuh tempat untuk kembali Semua hati, sejatinya sepi, sampai datang sebentuk melunak sampai akhirnya memilih untuk ada yang peduli Semua hati, sejatinya selalu hati-hati, karena selalu rapuh dan terlalu lembut untuk disakiti Semua hati, sejatinya akan menemukan ujung yang dicari Semua hati, sejatinya butuh muara untuk diselami Semua hati, sejatinya ingin merampungkan kisah yang sudah pernah dimulai, tapi Semua hati, sejatinya butuh berhenti, menepi, dan berkhianat pada diri sendiri, untuk memilih tidak terlalu lama tersakiti.
Kepada diam yang aku sesali Aku benci itu terulang lagi Aku maunya tidak jadi seperti ini Karena kamu, dia tidak pernah tahu siapa yang menyayanginya sedalam ini Karena kamu, kesempatan yang pernah aku miliki sirna saat dirinya melangkah pergi, dan tak pernah kembali lagi